Dimas Prasidi

Mini Mind of Me

Ingkar Janji RUU KUHAP

with 3 comments

Hampir 3 tahun setelah tim penyusun RUU KUHAP menyelesaikan pekerjaan mereka, nasib RUU KUHAP masih gelap. Selama 3 tahun pula, pemerintah obral janji kepada masyarakat dan pencari keadilan atas harapan adanya hukum acara pidana baru yang lebih berkeadilan. Akibatnya, masyarakat terus-menerus menjadi korban pelaksanaan hukum acara pidana yang kolot dan carut-marut beserta penyimpangannya.

Terakhir, Ibu Prita Mulyasari menjadi korban inkonsistensi hukum acara pidana, yakni putusan bebas atas dirinya dikasasi oleh Jaksa. Padahal, Pasal 244 KUHAP menegaskan bahwa terhadap putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau bebas murni (vrispraak) tidak dapat dilakukan upaya hukum kasasi. Kondisi ini diperparah dengan diterimanya kasasi jaksa tersebut bahkan Mahkamah Agung memutus bahwa Ibu Prita terbukti bersalah dan menjatuhkan vonis. Contoh lain dapat kita lihat pada apa yang menimpa masyarakat miskin seperti Nenek Minah yang menjadi terdakwa dalam perkara yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mediasi tanpa harus melakukan upaya paksa terhadap perempuan tua itu. Selain itu, masih banyak korban pelaksanaan sistem hukum acara pidana yang tidak naik ke permukaan, namun dampaknya terasa secara langsung oleh masyarakat.

Isu-Isu Penting dalam RUU KUHAP

RUU KUHAP (versi pemerintah) yang baru mengatur hal-hal yang dapat mengisi kekosongan hukum dan mencegah malpraktek dalam pelaksanaan hukum acara pidana. Ada beberapa hal penting yang diatur dalam RUU ini. Pertama, penghapusan proses penyelidikan., proses penyelidikan tidak lagi dianggap sebagai proses pro justisia karena dalam proses ini upaya paksa tidak dimungkinkan. Oleh karena itu, RUU KUHAP mengatur bahwa proses penegakan hukum pidana diawali dengan penyidikan. Dalam penyidikan dimungkinkan adanya upaya paksa seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan dan lain-lain. Kedua, penghapusan Diskresi Penyidik dalam Upaya Paksa, jangka waktu penangkapan dalam KUHAP sekarang adalah 1×24 Jam, setelah itu penyidik dapat melakukan upaya paksa seperti penahanan, penyitaan dan lain-lain tanpa harus dapat persetujuan kecuali dari atasannya. Dalam RUU KUHAP yang baru, semua proses penyidikan harus melalui perintah hakim komisaris. Ketiga, merubah mekanisme pra peradilan menjadi hakim komisaris, dalam pengaturan RUU KUHAP yang baru, lembaga hakim komisaris adalah lembaga yang menentukan dapat diproses atau tidaknya suatu proses penyidikan. Lembaga ini akan menggantikan fungsi pra-peradilan sebagai penjaga hukum acara. Semangatnya adalah merubah upaya represif pelanggaran hak-hak tersangka, terdakwa, saksi dan korban menjadi upaya preventif.

Perkembangan Pembahasan RUU KUHAP

Tim penyusun RUU KUHAP telah merampungkan tugasnya sejak semester pertama tahun 2009. Sejak selesai disusun RUU ini telah mengalami beberapa sosialisasi kepada para calon user yakni para aparat penegak hukum, pengadil dan masyarakat. Pada tahun 2010, RUU KUHAP masih belum jelas nasibnya. Meskipun masuk daftar prioritas pembahasan dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2009-2014, RUU KUHAP belum juga diserahkan oleh pemerintah kepada DPR RI. Total hampir 3 tahun RUU ini terkunci rapih dalam laci pemerintah. Kabar RUU ini pun tidak terang, pemerintah tidak pernah benar-benar memberikan kejelasan kapan RUU ini akan diserahkan kepada DPR.

Berdasarkan fakta-fakta diatas, pemerintah telah lalai memenuhi janjinya untuk memperjuangkan pengesahan RUU KUHAP. Agar RUU ini tidak terkatung-katung nasibnya, Presiden sebaiknya sebegra mengeluarkan Surpres mengenai penyerahan RUU KUHAP kepada DPR agar proses legislasi terhadap RUU ini segera dapat dilaksanakan. Presiden harus memberikan prioritas lebih kepada RUU KUHAP agar malpraktek pelaksanaan hukum acara pidana, yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hak-hak tersangka, terdakwa, saksi dan korban dapat segera dicegah.

Written by dimasprasidi

July 26, 2011 at 3:07 am

Posted in Opini Saya

3 Responses

Subscribe to comments with RSS.

  1. Dalam rapat ini pada dasarnya menerima aspirasi dari Polri yang mengusulkan RUU KUHAP agar dikaji kembali, terutama mengenai Hakim Komisaris. Polri berpendapat bahwa Hakim Komisaris sebagaimana yang dirumuskan dalam RUU tersebut belum memenuhi aspirasi, yaitu dalam rangka penegakan hukum, jika RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang. Hal itu disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar di Ruang Rapat Supomo, Kementerian Hukum dan HAM, Jl. HR. Rasuna Said Kav. 6-7 Kuningan-Jakarta Selatan, Senin (3/1/2011). diambil dari http://www.djpp.depkumham.go.id/component/content/article/69-berita-umum/1008-rapat-internal-menteri-hukum-dan-ham-dengan-perwakilan-kepolisian-ri-tentang-ruu-kuhap.html

    Pimpinan Polri menyampaikan masalah efektifitas pelaksanaan di lapangan dan secara umum Polri merasa keberatan setelah melakukan sosialisasi ke beberapa daerah. Implementasi konsep hakim komisaris tidak mudah. Sebab, konsep ini sama sekali baru di Indonesia. “Tentu perlu sosialisasi dan penyesuaian yang memakan waktu lama,”ujarnya.

    Meskipun Polri selama ini belum bisa melakukan penegakan hukum secara baik namun setelah adanya perubahan yang akan diatur dalam RUU KUHAP ini, Polri tetap mengharapkan agar penegakan hukum yang ada dalam masyarakat dapat berlaku lebih baik.

    Menurut Patrialis Akbar (MenkumHAM), pada dasarnya kita semua menghendaki sesuatu yang terbaik bagi masyarakat, tetapi pada kenyataannya ditingkat penyelenggaraan masih belum efektif, terutama penegakan hukum ditingkat bawah masih banyak terjadi kriminalisasi yang seharusnya tidak boleh terjadi. Dalam pembentukan Hakim Komisaris harus diperlukan ketegasan aturan agar kewenangan yang dimiliki polisi tidak gampang disalahgunakan. Sebab, kecendurungan di lapangan banyak ditemukan kasus penyalahgunaan wewenang oleh polisi maupun Jaksa. Penanganan kasus-kasus yang terjadi juga belum menunjukan adanya rasa keadilan, padahal segala penyelesaian kasus tindak pidana harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Hal ini terlihat bagaimana terhadap kasus bebas murni, bagaimana cara memproses kasus tersebut, apakah sudah prosedur atau belum, dan bagaimana pertanggung jawabannya? Hal-hal yang tidak layak sebagai penyelesaian penegakan hukum seharusnya dapat dihindari terutama para penegak hukum yang sedang menjalankan tugasnya.

    Ada beberapa usulan yang diutarakan Polri diantaranya:

    Dalam RUU KUHAP ini agar tidak dilakukan perubahan tetapi bagaimana mengatur masalah prilaku penegak hukum yang lebih baik.
    Agar RUU KUHAP bersifat rivisi beberapa pasal saja yang sifatnya menguatkan undang-undang yang lama, sedangkan Prof. Alihamyah menghendaki perubahan total yang didasrkan hasil dari studi bandingnya.
    Bahwa dalam membuat undang-undang tidak ada keharusan untuk mengatur secara full dengan ratifikasi, dan kenyataannya bahwa konsep hakim komisaris ini mengantikan praperadilan.
    Bahwa konsep hakim komisaris ini belum dapat menampung aspirasi dari polri dan kami dari Polri menganggap tidak efektif.
    Dalam perbaikan hukumnya sebenarnya bukan tertuju pada sistemnya akan tetapi lebih baik jika dititikberatkan pada individunya.
    Apabila hakim komisaris ini diterapkan maka Polri akan keberatan karena bertentangan dengan sistem Polri.
    Apakah mungkin 2 orang hakim komisaris ini bisa menyelesaikan permasalahan satu kabupaten kota?
    Penyidik dalam waktu 5 hari harus didampingi oleh kuasa hukum dan penyidik harus menghadap langsung kepada hakim komisaris.
    Agar dalam konsep RUU ini juga memikirkan bagaiman penyelesainya jika terjadi bola-balik perkara.
    Diusulkan dalam rumusan penyidikan agar penyidikan berkordinasi sejak dari awal pelaksanaan penyidikan.
    Diusulkan agar pemberkasan dapat terjadi sekali saja jangan sampai berkali-kali sehingga jaksa tidak dapat main-main dengan suatu kasus.
    Agar diadakan geler perkara dapat dibuka dan jika terbukti tidak cukup bukti penyidikan dapat dihentikan.
    Agar masalah saksi bagi penyidik, jaksa dan Hakim dalam mempermainkan perkara untuk dirivisi dan saksinya diperberat.
    Masalah asas efektifitas dalam penyidikan selama ini sebagian dilakukan oleh penyidik pembantu dan kenyataanya penyidik pembantu ini ada 50% sedangkan dalam RUU ini penyidik pembantu dihilangkan.
    Untuk PPNS juga masih belum efektif hal ini dikarenakan kurang baiknya SDM yang ada.

    Patrialis Akbar menyampaikan,”Pada prinsipnya kami sudah menampung apa yang disampaikan dari Polri dan kami atas nama Kementerian Hukum dan HAM akan mengkaji kembali serta mencari jalan keluarnya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Masalah Hakim Komisaris kami akan mendalami terlebih dahulu dan akan mengkaji secara mendalam apakah nanti akan dihilangkan atau tidak , atau dapat diperbaiki rumusannya nanti tergantung dari hasil kajian tim yang akan dibentuk dan saya nyatakan hal ini sebagai pekerjaan awal kami ditahun 2011”.

    Pimpinan Polri menambahkan, ”saya sangat mendukung jika dalam penyelesaian masalah ini dibuat tim khusus dan jika perlu tim ini untuk dapat meninjau kembali masalah Praperadilan ini, hal ini tidak dimaksud mempersulit masalah RUU ini akan tetapi justru untuk mencari jalan keluar supaya lebih efektif dalam rangka penegakan hukum. Dan perlu diketahui bahwa dalam perkembangannya hakim komisaris yang dilaksanakan di Belanda pada saat ini sudah dihapus,” ujarnya.

    totokyuliyanto

    November 22, 2011 at 9:46 am

  2. Minta ijin dimasukan ke web Komite KUHAP

    KuHAP

    August 29, 2012 at 7:41 am

    • silahkan gan

      dimasprasidi

      August 29, 2012 at 8:22 am


Leave a comment